0 komentar

Rising in Ramadhan

Alhamdulillah, sungguh aku ingin selalu mengucapkan rasa syukur atas segala nikmat. Sungguh beberapa waktu yang lalu aku telah menzhalimi diriku sendiri. Pada ramadhan kali ini benar-benar memberiku kesan yang berbeda akan manisnya sebuah iman. Rasa cinta pada Sang Mahapencipta benar-benar merasuk ke relung hati, menembus jiwa, dan mengalirkan kekuatan positif yang berlipat-lipat.
Cinta, mungkin aku pernah terjebak dalam tipu dayanya. Tiga orang wanita yang pernah dekat denganku telah mengajarkanku banyak hal. Sebuah pelajaran hidup yang membuatku lebih mengerti sosok wanita. Kini aku telah memasuki fase kebangkitan setelah tiga tahun dalam fase penyembuhan. Semua karena rasa cinta. benar kata orang, "sesuatu yang mampu menciptkan kekuatan untuk bangkit juga berpotensi sama untuk menjatuhkan." Dahulu aku hanya salah dalam mengerti tentang cinta. Pikiranku masih sangat dangkal untuk menyerap kedalaman maknanya. Sekarang aku mengerti bahwa cinta itu luas dan terbatas. Manusia sendirilah yang membatasinya.
Cintaku pada keluargaku, khususnya kepada kedua orang tuaku yang telah menunjukkan betapa besar cintanya padaku mampu mengembalikan semangtku dan menguatkanku untuk bangkit. Bapak, khususnya dirimu yang mengajariku tanggungjawab dari kecil, bahkan hingga dewasa ini. Engkau masih terus menyuapiku dengan cinta dan kasihmu. Dengan tanggungjawab dan kerja kerasmu aku tahu, engkau ayah terbaik sepajang zaman bagiku. Ibu, air mata ini luluh lantak tak terkendali setiap kali menyebut namamu, mengingat wajahmu. Kau terus mengguyurku dengan kasih sayang, ketulusan dan kelembutan dalam setiap tatapan matamu yang sayu karena setiap pagi-pagi sekali sebelum azan Mushola berkumandang kau sudah harus bangun menyiapkan makan untuk suami dan anak-anakmu. Bukan dengan kompor gas tapi dengan tungku yang berbahankan kayu bakar, dengan asap yang menyegrak di kerongkongan, pedih di mata. Namun kau jalani semua itu tanpa keluhan. Kau melangkah pelan, bekerja tenang agar aku tak terganggu tidurku. Kabangunkan aku dengan cinta begitu azan berkuamndang.
"Sayang, ayo bangun.... sudah azan tu."
Aku selalu senang menatap wajahmu yang berbinar. Seakan engkau akan berjumpa dengan seorang yang teramat istimewa di Mushola yang kecil dan kotor itu. Kotor? iya. Mushola itu penuh dengan sarang laba-laba dan debu. Hanya tempat yang pernah disinggahi manusia saja yang nampak bersih. Selebihnya memprihatinkan.
"Jika kaya kelak ingin rasanya aku menyumbangkan hartaku untuk membangun Masjid yang megah di tengah-tengah kampung halaman ku tercinta." Batinku.
Dulu aku tak tahu bahwa hal semacam itu juga bisa diminta dalam doa. Baru setelah aku mengikuti ceramah Yusuf mansyur aku tercerahkan akan seluk beluk doa. Doa membuatku semakin optimis melangkah maju, meniti jalan dan menaiki setiap anak tangga menuju puncak impianku. Jujur aku katakan, aku tak punya apa-apa, aku hanya punya Allah yang akan memeluk mimpi-mipiku.
Sekarang aku sedang menunggu jadwal Munoqosah. Sebuah test akhir yang akan menyatakan bahwa aku ini layak lulus atau tidak. Jujur aku sangat khawatir dengan hal itu. Sudah tujuh tahun aku habiskan masa kuliahku. DO (Drop Out) atau dikeluarkan dari kampus adalah mimpi buruk yang selalu menggaguku siang dan malam. Wajah kedua orang tuakulah yang membuatku kembali menancapkan semangat menulisku. Mimpi-mimpiku yang pernah aku kubur dalam-dalam. Aku gali lagi dan kemabali aku tata, sesuai dengan kemampuanku sekarang.
Demi menjada keseimbangan hidup. Aku terus mencoba dan mencari kerja. Mencoba menulis di koran dan majalah, membuat novel dan kumpulan cerpen sudah aku lakukan namun sepertinya belum ada tanda-tanda nafas segar hingga sekarang. Free lance marketing dari travel, asuransi dan periklanan juga belum membuahkan hasil yang menggembirakan. Bahkan jualan HP dan buku pun aku kerjakan. Namun sayang seribu sayang semua itu hanya membuatku menelan pil pahit dari getirnya hidup yang teramat dalam.
Sedangkan sebagai pria normal yang sudah matang aku juga sama, ingin mersakan lagi indahnya cinta yang pernah menyapa. Bayang-bayang dan kenangan bersama tiga wanita yang pernah dekat dengaku itu masih saja menghantuiku. Wanita pujaan yang sekarang sudah punya kehidupan masing-masing itu hanya membuatku tersadar betapa mudah aku terjerumus dalam lumpur dosa kala dekat dengan mereka. Meski juga banyak hikmah hidup yang juga bisa aku petik dari kebersamaan dengan mereka. Aku hanya bisa berdoa, "dimanapun kalian berada semoga selalu dalam limpahan rohmad dan lindungan-Nya, amin."
Kemaren baru saja aku interview di sebuah perusahaan koran lokal di Solo ini. Meski terlambat alhamdulillah lega dengan wawancara kemaren. Aku pasrah saja, andai aku diterima aku akan senang dengan pekerjaan baruku itu. Wartawan, sepertinya sebuah profesi yang menantang. Semoga aku bisa diterima dan bekerja dengan profesional. Karena aku cinta dengan dunia tulis menulis dan hal-hal yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan. Dan aku juga sangat berharap aku mampu lulus dalam ujian monaqosah nanti. Sehingga di bulan Ramadhan yang mulia ini aku benar-benar menjadi Kawah Condrodimuko bagiku. Semoga bisa menjadi pribadi yang muttaqin. Dan semoga Lebaran nanti menjadi lebaran yang membuatku benar-benar menjadi juara. amin.

READ MORE
 
;