0 komentar

Lelucan Cinta (The Series II)

Jalan Menuju Sekolah

Setiap langkah dan helaan nafas untuk mencari ilmu itu hanya syahdu dan indah jika sudah jadi kenangan. -Ayyas-
 Arti pendidikan bagi anak desa seperti sebuah jalan yang jauh dan mendaki untuk menuju tempat yang bisa menghasilkan uang. Sementara kebutuhan makan mereka sudah seperti udara, karena jika tak mendapat makan kematian menjemputnya. Itu lah kenapa banyak anak di desa Kauman ini memilih merantau setelah lulus SD, jarang yang mau melanjutkan ke tingkat SMP apalagi SMA. Selain jarak yang jauh, biaya yang mahal, masih banyak yang beranggapan sekolah atau tidak tak menjadi jaminan kesuksesan apalagi menjadikan orang kaya dan terpandang.

Meski begitu, dari sekian banyak warga Kauman, keluarga Nur Hadi adalah satu dari beberapa pengecualian yang berbeda dari mayoritas kepala keluarga yang memiliki pandangan sama tentang arti pendidikan. 
"Pendidikan anak-anak e dewe iki bisa kanggo ngentaske kemiskinan dek, mugo-mugo bocahe dewe sekolahe pinter lan pener," kata Nur Hadi pada istrinya, Yamti, saat makan malam.
"Amin pak, wong pas SD Ayyas ki ya bisa dadi murid teladan, makili kanca-kancane menyang Kabupaten," tanggap Yamti. "Lha Ayyas nganthi meh maghrib ngene kok durung bali ya pak?" Tanyanya tiba-tiba.
"Lha ya saiki sekolahe kan aduh, ora kaya nalika isih SD ta," kata suaminya.
"Lah-lah, bocahke kok ya nekad njaluk sekolah. Lhawong kanca-kancane padha milih kerja, mrantau menyang Jakarta," ujar istrinya.
"Ya malah alhamdulillah ta Bu, tur neh aku ya mesakne yen dheweke mrantau dek, ra tega aku," ungkap suaminya sambil berjalan ke luar rumah untuk melihat anaknya apa sudah terlihat apa belum di jalan.
(Sek leren sek... kesel heee -____- )
READ MORE
0 komentar

Lelucon Cinta (The series)

Cinta Anak Gembala
 Cinta sungguh sukar dimengerti -Ayyas-
Riak air sungai tak dapat menyadarkan bocah itu dari lamunannya. Anganya melayang pada sosok manis yang masih berbau amis. Senyumnya mengembang diiringi rasa risau, cemas, dan takut. Rasa yang lebih kuat dari arus sungai. Rasa yang mampu kembalikan kesadaranya. Nah, Lihat! Bocah itu sadar, nampaknya ada yang hilang darinya tapi apa? Dilihatnya sekitar, sepi sekali. 
"Embek!" teriaknya, saat sadar gembalanya sudah tak ada di sekitar lahan gembalaan.
Bocah itu berlari mencoba mencari jejak kaki kambing miliknya. Setelah beberapa lama bocah itu mulai mengikuti jejak yang tertinggal. Bocah itu sudah hafal ke mana Kambing gembalaanya pergi jika sudah menemukan jejak kakinya. 
"Mengetan iki parane wedusku, bararti nang Talang Bubrah (Ke timur ini arah kambingku, berarti menuju Talang Bubrah)," simpulnya sambil berlari menuju tempat itu. Meski dengan perasaan was-was, dadanya berdetak tak menentu.
Talang bubrah adalah tempat yang terkenal angker bagi Warga Kauman. Tempat ini diyakini sebagai jalur penyebrangan ular Baru Klinting yang diyakini warga sebagai utusan Nyai Rara Kidul. Desa yang berada di tengah hutan ini memang memiliki banyak keunikan, selain kaykinan yang beragam khususnya bagi para petani dan peternak. Mereka masih tetap bisa makan meski cuma jadi pengangguran. Alam menyediakan kekayaan yang berlimpah. Apalagi jika mereka rajin. Tapi sayang jirih payah petani dan peternak di desa ini selalu terpuruk karena minim dukungan Pemerintah setampat. Setiap panen harganya jatuh bakan anjlok jauh. Cuma cukup untuk kembalikan modal.
 Sepi sekali tempat ini, hanya ada suara burung Dekuku, Pleci dan Kutilang yang sedang berburu biji Mladehan. Bocah itu mencoba mengedarkan pandangannya. Tempatnya memeng rimbun, penuh dengan duri rambat dan tanaman perdu dan ilalang. Ada gerakan di bawah meski agak jauh, juga ada suara anak kambing mengembik, bocah itu bergegas turun. Begitu sampai ternyata seekor Cempe terjerat duri rambat. Dengan hati-hati bacah itu mencoba melepaskan. Durinya banyak sekali sampai-sampai bocah itu pun ikut terkena duri di tangan dan kakinya. Panas dan perih tak dia hiraukan. Bocah itu senang akhirnya bisa menemukan gembalaanya. Setelah terlepas, dia patahkan sebatang kayu dan dia gunakan sebagai pengarah kambingnya agar segera pulang. Karena sore buru-buru berganti malam.
***
Di rumah bambu itu memang belum ada cahaya lampu, masih agak terang. Meski sebenarnya sudah remang-remang. Sepi belum ada orang, ternyata bocah itu lebih dulu pulang. Bapak dan Emaknya masih di sawah. Mungkin masih dalam perjalanan. Buru-buru dia mencari korek api, dia nyalakan dimar dan segera mencuci piring dan menyapu rumah. Jika kambingnya tadi tidak hilang, bocah itu tak perlu sesusah ini. Susah lebih baik baginya dari pada kena omel Emaknya yang super duper cerewet.
"Yas, wes ngngsu we mau (tadi sudah mengisi bak mandi)?" Tanya Ibunya yang baru saja pulang. Bapaknya yang pendiam lebih memilih pergi ke sungai jika tahu bak mandi masih kosong.
Tanpa banyak bicara bocah itu bergegas ke sumur, menimba air untuk mengisi bak mandi. Dengan cara itu dia bisa lolos dari omelan.
"Lek, Ayyas wonten (Ayyas ada)?" Tanya Heru teman sekolah Ayyas.
"Kae nang sumur," Jawab Bu Yamti, Ibu Ayyas.
"Eh Heru, enek apa Her?" Tanya Ayyas begitu melihat temannya datang.
"Iki lho entok titipan surat saka Dian," begitu mendengar itu ember untuk mengambil air terlepas dari tangan Ayyas hingga terdengar suara yang menggelegar.
"Ngopo to cah?" Tanya Bu Yamti setengah menjerit karena kaget.
"Mboten og Mak, iki lho Timbone ucul," jawab Ayyas.
"Nyoh," ucap Heru sambil memberikan surat.
"Surat-suratan kaya cah gede ae," ledek heru sambil berlalu dan pamitan pulang.
"Suwun lho ya Her," kata Ayyas.
Surat itu disimpanya di tempat yang kering. Dengan cepat dia selesaikan pekerjaanya. Ada kekuatan yang tak bisa dilogika menghinggapinya. Dia bekerja seperti bocah kesetanan. Hingga azan Magrib berkumandang. Akhirnya dia sudah selesaikan semua kerjaan. Selepas mandi dan Sholat, Ayyas mengaji kemudian membuka perlahan surat Dian, Sang kekasih pujaan. Dalam surat itu bertuliskan;

Besok aku tunggu pagi-pagi di kelas sebelum teman-teman datang. Kita harus bicara!
 Isi surat itu malah membuat Ayyas semakin risau. Hingga larut matanya tak bisa terpejam. Azzan Subuh yang biasanya terdengar pun terlewatkan, bahkan saat dibangunkan bapaknya Ayyas tak mendengar. Hingga semua sudah berangkat ke sawah. Begitu bangun, mentari sudah menyala terang. Jarum Jam menunjuk pukul 06.30, buru dia ambil wudhu dan sholat subha (Subuh dan Duha). Tak keburu mandi yang penting berseragam, itu lah aturan main di sekolahan.
Begitu sampai kelas 4 SDN Kauman IV ini sudah ramai, wajah Dian cemberut melihat Ayyas terlambat datang. Dengan penuh sesal Ayyas terduduk di bangkunya, deretan pojok kanan paling belakang. Dian yang melihat Ayyas murung tak tega. Sambil mencuri pandang dia lempar senyuman ke pojok belakang. Tapi sayang Ayyas masih membenamkan wajahnya. Sebelum guru datang Dian menulis di secarik kertas. Kemudian berlagak mencari sapu yang ada di belakang. Tepat di belakang Ayyas sapu-sapu itu berjajar. Kertas itu selipkan dimeja. Ayyas kaget melihat Dian sudah di belakangnya dan berlalu sambil membawa sapu. Kertas itu dibacanya.

Senyum donk :)

Bagai terkena strum ribuan volt, wajah Ayyas kembali berbinar dan semangat dan siap untuk belajar.................................. Bersambung ^-_________-^
READ MORE
 
;