Marxisme di Era Modern

Dalam bidang studi ilmu Hubungan Internasional dikenal berbagai  paham atau teori guna memperkaya dan memperdalam kajian  ilmu Hubungan Internasional  entah dari segi studi maupun praktek. Perdebatan Besar yang sering kali terjadi antara para sarjana dan para praktisi Hubungan Internasional  memiliki sudut pandang utama dalam melihat interaksi antar aktor, sebagai paham atau teori dan mengetahui apa yang terjadi dalam hubungan internasional dari berbagai sudut pandang (Dugis, 2013).  Salah satu paham atau teori yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan studi ilmu Hubungan Internasional ialah Marxisme dan Neomarxisme yang merupakan buah pemikiran dari seorang tokoh terkemuka yaitu Karl Marx. Analisis globalisasi tidak akan lengkap tanpa adanya teori Marxisme karena ia dapat melukiskan teori pertama mengenai globalisasi dan dari sudut pandang Marxisme  seringkali ditemukan fakta-fakta mengenai globalisasi baru yang susah diceritakan namun kadang manifestasi modern jangka panjang cenderung pada perkembangan kapitalisme (Hobden dan Jones, 2001: 200).
Seperti yang kita ketahui ekonomi merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi politik dalam suatu negara bahkan tingkat dunia. Artinya ekonomi memiliki esensi yang sangat penting dalam berbagai segi kehidupan manusia terutama dalam zaman globalisasi seperti saat ini. Marxisme melihat perekonomian sebagai tempat eksploitasi manusia dan perbedaan kelas (Jakson dan Sorensen, 2005: 238). Paham marxisme muncul sebagai kritik terhadap paham kapitalisme yang cenderung memusatkan perhatiannya kepada produksi sehingga menimbulkan eksploitasi sumber daya alam yang tentunya membutuhkan tenaga manusia yang diperas sehingga tak ada bedanya dengan imperialisme dan kolonialisme era modern. Hal ini secara langsung maupun tidak menimbulkan suatu stratifikasi berbagai kelas sosial dalam suatu masyarakat. Munculnya kelas-kelas sosial otomatis akan mempengaruhi segala aspek kehidupan sosial, terlebih lagi menyangkut kehidupan ekonomi dan politik. Dikatakan demikian karena jelas terlihat bahwa yang diuntungkan dalam sistem kapitalisme ialah kaum yang berada di kelas atas yang disebut kaum borjuis. Kaum borjuis memiliki faktor produksi misalnya tuan tanah atau pemilik pabrik sedangkan para pekerja disebut kaum proletar, mereka tidak memiliki faktor produksi apapun kecuali tenaga. Paham marxisme menghendaki adanya revolusi sosial berupa persamaan kelas sehingga aksi eksploitasi yang hanya menyengsarakan kelas bawah dapat dihapuskan.
Marx berpendapat bahwa kapitalisme merupakan methodological solution yang telah memulai hubungan sosial dan proses pembangunan masyarakat dalam gambaran kehidupan yang lebih kompleks (Hobden dan Jones, 2001: 204). Pernyataan tersebut juga menjadi bukti bahwa meskipun Karl Marx muncul dengan paham marxismenya sebagai kritik terhadap kapitalisme, namun sebenarnya ia tidak melihat kapitalisme sebagai sesuatu yang sepenuhnya negatif. Marx berpendapat bahwa kapitalisme menghancurkan sistem yang lebih eksploitatif seperti feodalisme, karena dalam kapitalisme buruh bebas menjual tenaganya kepada siapapun yang diinginkannya. Selanjutnya kapitalisme membuka jalan revolusi sosial dimana alat-alat produksi ditempatkan dalam kontrol sosial bagi keuntungan kaum proletar yang merupakan mayoritas terbesar (Jakson dan Sorensen, 2005: 239). Tiga karakteristik kapitalisme menurut Karl Marx , pertama segala sesuatu dikaitkan dengan produksi seperti bahan baku, mesin, pekerja dll itu memberikan nilai tukar tersendiri dan semuanya dapat ditukarkan satu sama lain. Jadi esensinya, dibawah kapitalisme segala sesuatu memiliki harga termasuk waktu. Kedua, Segala sesuatu memerlukan faktor produksi yang dimiliki oleh satu kelas dalam kapitalisme (kaum borjuis). Ketiga, para pekerja bebas dalam arti bekerja pada siapa saja namun mau tidak mau mereka harus menjual tenaga mereka kepada kelas kapitalis karena kelas kapitalislah yang memiliki faktor-faktor produksi dan kontrol terhadap proses produksi tersebut juga mereka memiliki kontrol terhadap keuntungan yang dihasilkan oleh para buruh (Hobden dan Jones, 2001: 201). Faktor produksi dan tenaga kerja adalah dua kunci utama dalam hubungan produksi masyarakat kapitalis.
Selanjutnya terdapat empat pemikiran marxisme kontemporer yang telah memberikan kontribusi dalam pemikiran politik dunia yaitu : world-system theory, gramscianism, critical theory dan neomarxism. Pertama world-system theory, asal usul sistem ini adalah kritik terhadap imperialisme yang eksploitatif yang seiring perkembangan zaman kemudian berubah menjadi kapitalisme. Marx dalam tesisnya menyatakan bahwa produksi ekonomi akhirnya menentukan kehidupan sosial dan hubungannya dengan politik sehingga dalam sejarah menghasilkan kelas konflik (Hobden dan Jones, 2001: 205). Menurut kesimpulan dari teori Lenin (1917) terdapat dua hal penting bagi system dunia dalam memahami dunia politik. Pertama bahwa semua perpolitikan global maupun domestik dibawah bingkai kerja dunia ekonomi kapitalis. Kedua, negara bukanlah satu-satunya aktor utama dalam politik global namun kelas-kelas sosial patut diperhitungkan (Hobden dan Jones, 2001: 206). Kemudian Immanuel Wallerstein mengklasifikasikan negara kedalam tiga kelompok pertama core terdiri dari Negara dengan sistem pemerintahan demokrasi umumnya Negara maju dengan pendapatan besar, investasi tinggi, bentuk ekspornya berupa produk industri, Negara dengan kesejahteraan tinggi seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis dsb. Negara core ialah Negara yang menguasai sebagian besar ekonomi dunia sejak Perang Dunia I sampai sekarang sehingga sering disebut Negara dunia I. Kedua semi-periphery biasanya menganut sistem pemerintahan otoriter, industri yang sudah mapan namun pendapatan dan tingkat kesejahteraan rendah disebut Negara dunia II. Ketiga periphery yaitu Negara yang muncul setelah Perang Dunia II dan umumnya masih dikategorikan sebagai Negara berkembang dengan tingkat pendapatan dan kesejahteraan relative rendah, dalam perekonomian menjadi Negara pemasok bahan baku seperti India dan Indonesia disebut Negara dunia III.
Kedua gramscianism diambil dari salah satu nama salah satu pendiri partai komunis Italia, Antonio Gramsci, ia menulis sebuah buku ketika ia dipenjara pada tahun 1926 dalam bentuk kode yang didalamnya berisi pemikiran mengenai dunia politik yang didalamnya menyangkut masalah ekonomi. Gramsci menganalisis fenomena marxisme kala itu, ia mempertanyakan sulitnya revolusi di Eropa Barat sehingga menghasilkan hegemoni yang berkaitan dengan sosialisme yang dapat diterima oleh masyarakat terutama dalam hubungan internasional sehingga pemikiran Gramsci dapat dikatakan sejalan dengan marxisme. Ketiga critical theory menaruh perhatian pada emansipasi mengenai kapabilitas manusia dan menyerukan emansipasi dalam bentuk aksi nyata (Hobden dan Jones, 2001: 216). Namun pada aplikasinya teori kritik ini menuai perdebatan karena berpotensi menimbulkan demokrasi radikal. Pada dasarnya teori ini mengedepankan aspek moral dalam menyikapi eksploitasi terhadap manusi. Keempat newmarxist atau umunya disebut neomarxisme pada dasarnya paham ini tetap mengacu pada marxisme pemikiran Karl Marx namun seiring dengan derasnya arus globalisasi, paham ini melihat munculnya kelas-kelas sosial tidak hanya dalam suatu negara tetapi telah meluas dalam lingkup global.
Dari penjelasan mengenai perkembangan marxisme menuju neomarxisme diatas dapat diasumsikan bahwa pertama marxisme terfokus pada aspek ekonomi karena menurut marxisme ekonomi mempengaruhi politik entah regional maupun global. Kedua marxisme menolak adanya eksploitasi manusia sehingga diperlukan suatu aksi sehingga menghapus kelas yang sudah ada. Namun jika dipikir secara matang jika terjadi kesetaraan ekonomi dan sosial tentu akan menimbulkan konflik-konflik baru karena adanya kekosongan peran dalam kehidupan ekonomi-sosial. Walaupun paham marxisme dan neomarxisme menginginkan kesetaraan melihat dari aspek moril sebagai umat manusia yang berhak dijamin hak-haknya.
Sistem kapitalisme tradisional seyogiyanya telah ada sejak berabad-abad lalu, jika dikembalikan menurut kajian dalam studi Hubungan Internasional fenomena ini tak ubahnya didasari oleh urusan kepentingan dalam perbutan sumber-sumber kekuasaan berupa faktor produksi. Barang siapa mendapat paling banyak sumber maka ia akan tampil sebagai aktor dengan identitas yang terkuat dan yang berkuasa. Marxisme ialah suatu paham yang hadir sebagai aksi kejengahan atas kesenjangan sosial yang terjadi sehingga merugikan kelas sosial bawah yang dieksploitasi tenaganya tanpa ada kelas atas yang memikirkan tentang nasib buruh-buruhnya akibat kenikmatan materi yang telah didapatnya. Maka studi ilmu Hubungan Internasional dalam hal ini perlu memperhitungkan pemikiran Karl Marx ini dalam mengatasi segala gejala sosial terutama di era globalisasi dimana ekonomi menjadi lebih penting dibanding kehidupan sosial. Hal ini memicu sifat individualistik diantara manusia meskipun dalam perspektif global terdapat banyak gerakan yang muncul dalam mengatasi kesenjangan sosial namun seolah ekonomi merupakan harga mati bagi keberlanjutan hidup manusia.
Refrensi :
Baylis, John & Smith, Steve (eds.) 2001.  The Globalization of World Politics. 2nd edition,.Oxford University Press,.[Part 2 Chapters 7-11].
Dugis, Visensio. 2013. Perkuliahan Pengantar Ilmu Hubungan Internasional Minggu 10: Main Perspective in International Relation, The Great Debates I: Realisme vs Liberalisme. Surabaya. Universitas Airlangga.
Jackson, R., dan Sorensen, G. 1999.  Introduction to International Relations, Oxford University Press, [Chapters 2, 3, 4, 5]. Terjemahan oleh Suryadipura, Dadan, 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Cuma buat baca-baca, ambilnya dari sini: http://rizki-diana-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-88433-SOH101%20%20Pengantar%20Ilmu%20Hubungan%20Internasional-Melihat%20Sudut%20Pandang%20%20Marxisme%20dan%20Neomarxisme%20dalam%20%20Hubungan%20Internasional.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Absen dl y,,

 
;