Tresno Sejati


Penghuni kerajaan dirgantara itu nampak malu-malu. Dewi mega biasanya menampakkan wujudnya pada waktu-waktu seperti sekarang ini. Tapi lama ditunggu tak muncul-muncul juga, semua sudah tak sabar melihat kecantikannya. Dia pula lah yang menjadi tujuan orang menaiki bukit tertinggi desa ini.
Nah lihatlah! Dia datang. Cantik bukan? Kehadirannya ciptakan kemerah-merahan di pipinya yang tersapu awan putih tipis yang menjadi bedak menghiasi wajahnya, rambut emasnya yang panjang tergerai bertebaran saat dewi angin membelainya lembut, rambut yang terurai itu menebarkan cahaya kuning keemasan berkilauan di ufuk barat taman langit. Mungkin fenomena itu juga yang menyebabkan orang barat berambut pirang.
Sang surya sebenarnya sudah lama tenggelam diperaduan sisi dunia yang lain. Namun, kemilau cahayanya masih tertinggal. Semua orang di desa itu tahu, taman langit itu tempat berkumpulnya dewa dan dewi. Wajar jika pantai ini selalu ramai kala sore telah tua. Dan bukit ini lah tempat yang tepat untuk menikmati keindahan taman langit itu, mereka biasa menyebutnya Bukit Baron.
Orang-orang tak terlalu paham asal muasal nama Baron, maklum banyak orang baru di desa ini. Gara-gara mimpi pula lah mereka terdampar di desa ini. Tentang mimpi orang-orang itu, mimpi yang membawa mereka melaju hingga sejauh ini, yang jelas tidak lepas dari 3G. Eit, itu bukan simbol jaringan telekomunikasi lho. Tapi 3G yang ini; Gold, Glory dan Gospel. Kamu masih ingat kan? Pelajaran sejarah SMP ini. Yang menjadi misi penjajah betah berlama-lama di Nusantara. Negeri kita tercinta ini.
Dari berita yang tersebar, yang disampaikan orang-oran. Kebanyakan mereka hanya tahu bahwa Baron itu orang Spanyol yang terdampar dalam pelayarannya di pantai ini. Dan menemukan bukit yang indah di atas pantai. Lalu mendirikan gubug untuk tinggal sementara. Tentu dia tak sendiri, dia dengan kekasihnya yang juga selamat dan terdampar di pantai ini.
Awalnya seperti halnya orang asing. Baron dan keksihnya disambut ramah oleh warga sekitar. Entah lah warga selalu begitu dengan orang asing. Apalagi dengan orang barat, bule. Tapi lucunya kalau dengan se-sama orang Indonesia yang berbeda entah daerah, suku dan agamanya selalu saja menjadi soal, konflik bahkan sampai merenggut korban nyawa. Itu lah kenapa orang asing selalu beranggapan bahwa orang Indonesia ramah. Diperlakukan seperti itu oleh warga Baron pun juga bersikap sangat baik dengan warga sekitar sehingga sebagai pengingat dan penghargaan atas kebaikannya, warga menamai pantai dan bukit yang pernah dia tinggali ini dengan namanya Bukit Baron dan Pantai Baron.
Yang mengusulkan nama itu adalah Setro, nelayan sekaligus warga sekitar pantai itu yang ditolongnya saat hampir tenggelam. Ketika pantai selatan mengamuk dan ombak besarnya menghantam perahunya. 
Sejak itu Setro mengabdikan diri pada Baron. Melayaninya dan membantunya mengenal dan berinterksi dengan masyrakat sekitar. Meski begitu hubungan mereka tak seperti pembantu dan majikan tetapi lebih dari itu mereka seperti kawan dekat yang saling berbagi dan mengingatkan.
***
Baron, hilang tak diketahui entah kemana, setelah perbincangan dengan Setro malam itu. Baron adalah aktifis yang tak kenal lelah untuk menciptakan kemajuan dari organisasi yang memang ingin dia kembangkan. Sebuah organisasi yang idealis tentang penjagaan pada alam.
“Jika kita baik pada alam maka alam akan baik pada kita,” itulah kata-kata yang sering diucapkan Baron pada anggota yang mau bergabung dengan organisasinya. Atas usul Setro, oraganisasi itu dinamainya Tresno Sejati. Namun entah mengapa Baron tiba-tiba menghilang. Setro sendiri tak tahu apa yang telah terjadi pada majikannya. Hanya saja dia masih tidak enak dengan perbincangannya semalam. Jika hari ini harus menemuinya. Dari itu Setro memutuskan untuk kembali ke gubuknya sendiri. Setro memang tak tahu kenapa Baron pergi, tapi ada orang yang tahu dan diam-diam menyimak perbincangan mereka.
“Orang islam yang taat sepertimu harusnya tak bergabung dalam Tresno Sejati, Tro?” itulah pertanyaan Baron sekaligus penegasan komitmen organisasinya, saat Setro ketahuan melakukan sholat. Yang menjadi ibadah rutin umat Islam.
“Maaf Ndoro, bukankah organisasi itu cuma wadah siapapun boleh bergabung, asal memenuhi syarat dan tidak melanggar aturan. Kan tidak ada larangan untuk orang Islam bergabung dalam organisasi ini?” jawaban Setro tegas dan lantang.
“Iya aku tahu, tapi kan kamu tak perlu sholat jengklat-jengklit untuk menghadap Tuhan, dalam Tresno Sejati itu yang penting hati kita yakin dan selalu ingat Tuhan.” Penjelasan Baron yang berulang kali pada seluruh pengikutnya itu kini diulangi lagi pada Setro pelayan, sahabat sekaligus orang kepercayaannya.
“Maaf Ndoro, aku gabung dengan Tresno Sejati untuk melayanimu bukan mengamalkan ajaran Tresno Sejati karena aku memiliki keyakinan sendiri yaitu ajaran Islam.” Penjelasan yang tak terduga itu membuat Baron terperangah.
“Lalu kenapa kamu tak bergabung saja dalam organisasi Islam?” tanyanya dengan nada marah berpadu penyesalan.
"Aku pilih netral saja Ndoro, tak ikut dalam konflik antar orang Islam. Karena Allah sang pemilik nabi dan rasul tak menghendakinya untuk mengakui golongan-golongan yang tak rukun sebagai umatnya. Makanya saya sering sedih jika mendengar konflik antar organisasi Islam, Ndoro." Ungkapan Setro yang lugu itu membuat majikannya speechless, tak lagi mampu berkata-kata seperti dengan teman-teman yang lain serta pimpinan tiap daerah organisasinya saat mendebatkan 'kebenaran' organisasi yang telah membuat mereka lebih mencintai organisasinya daripada agama masing-masing itu sendiri. Padahal seluruh teman dan anggota organisasinya beragama Islam.
Tresno sejati adalah keyakinan. Meski di identitas agama mereka bertuliskan ‘islam’ namun mereka memiliki cara pandang sendiri dalam beribadah pada Tuhan. Setro juga tak mau ikut campur dalam urusan keyakinan, kata-kata guru ngajinya dulu masih segar diingatanya.
“Tro, ingat pesanku ini. Kalau sudah menyangkut urusan agama itu lakum dinukum waliyadin artinya agamamu agamamu agamaku agamaku sendiri. Urusan keyakinan adalah hak preogratif yang tak bisa dipaksakan.” Begitulah penjelasan gurunya yang selalu diingatnya.
Sebetulnya Baron tak masalah dengan perbedaan. Dia adalah sosok yang moderat, kata-katanya itu sebenarnya adalah dampak dari emosi dan kekecewaannya karena Setro lah satu-satunya orang yang dia percaya untuk melanjutkan estafeta organisasi yang susuah payah dirintisnya.
Baron pergi pagi-pagi sekali. Dia bertekat untuk mempelajari islam. “Satu golongan yang selamat adalah ahli sunnah wal jama’ah,” Baron penasaran dengan penjelasan Setro tentang golongan-golongan Islam.
“Seperti apakah golongan yang selamat itu?” rasa ingin tahu Baron membuatnya nekat, melakukan pengembaraan.
Namun sayang, belum sempat ia menyelesaikan perjalanan lagi-lagi badai besar menghantam perahunya. Kali ini tak ada yang tahu Baron selamat atau tidak. Mungkin dia sekarang jadi hantu penasaran laut selatan yang mencari tahu golongan selamat, golongan ahli sunnah wal jama’ah. Jika suatu saat ada hantu yang bertanya padamu tentang ahli sunnah wal jama’ah, tak usah kalian takut. Itu hantu baik.
Kepergian Baron yang misterius menyebabkan gunjang-ganjing di internal Tresno Sejati dan Setro menjadi korban amukan pengikut fanatik organisasi itu. Karyo pengikut Baron yang paling jumawa dan berambisi besar menduduki posisi ketua organisasi ini. Menyusun taktik busuk. Dia tahu semua anggota menginginkan Setro menjadi ketua. Sehingga dia ingin memanfaatkan berita kematian Baron yang disebabkan pertengkaran Baron dan Setro yang baru saja didengarnya dari Sumbi, seoarang mata-mata kelas elit yang dimintanya mengawasi setiap gerak-gerik Baron.
***
Gua Kelelawar sudah dipenuhi beberapa tamu undangan yang merupakan petinggi Tresno Sejati dari berbagai wilayah. Deburan ombak Pantai Selatan terdengar begitu dekat. Seorang pria berjubah merah dengan rambut panjang tergerai berikat kepala merah pula, sangar. Dengan suara bergemuruh dia nampak sedang menjelaskan sesuatu. Matanya merah menyala. Dialah Karyo. Semua anggota berang mendengar penjelasan Karyo.
“Kita tenggelamkan saja Setro di laut agar guru Baron membalas dendamnya sendiri.” Suara yang tak jelas sumbernya itu membakar amarah seluruh anggota. Provokasi itu manjur. Tanpa ba bi bu, semua orang mendatangi rumah Setro, mengikatnya dan membawanya ke bukit Baron untuk dilemparnya ke Laut Selatan. Ombak seakan berdeburan berkesiap menyambut tubuh ringkih Setro yang siap dihantamkan dalam tebing dan karang oleh ombak besar.
Gelak tawa membahana, seiring tubuh tak berdaya dalam ikatan yang terjun bebas melayang dari atas tebing ke laut lepas yang mengganas. Karyo paling girang.
“Sekarang kita akan memilih ketua baru. Menurut kalian siapa yang pantas?” Pertanyaan Karya membuat mereka saling pandang. Suasana menjadi hening cukup lama, beberapa bicara sambil berbisik.
“Jelas Kang Karyo yang pantas.” Kocret yang merasa sudah diberi izin untuk bersuara mulai berkoar. Dibenaknya sudah terbayang bertumpuk-tumpuk uang yang bisa dia gunakan untuk bersenang-senang karena Karyo menjanjikannya sejumlah uang jika dia bisa menghasut anggota yang lainnya untuk memilihnya sebagai ketua. Karyo tahu Kocret paling dekat dengan seluruh anggota Tresno Sejati, tetapi paling lemah jika sudah berurusan dengan masalah duit. Dan kelamahan itu dengan tepat dimanfaatkan Karyo untuk melancarkan ambisi kekuasaan jahatnya. Dan benar saja tak berapa lama semua sepakat Karyo menjadi ketua Tresno Sejati. Senyum mengembang dengan sorot mata yang penuh kepicikan.
“Mari kita kembali ke markas dan berpesta!” teriak Karyo pada seluruh anggotanya.
Deburan ombak Laut Selatan memang sangat besar. Sehingga tak banyak nelayan yang berani menyusuri keseluruhan luas laut ini. Apalagi perahu mereka hanya sederhana. Namun, tidak dengan Sumbi, iya mata-mata Karyo itu adalah anak nelayan yang tangguh. Sudah dari kecil diajarai bapaknya untuk menguasai alam tempat lahirnya. Dan laut selatan adalah tempat sedari kecil dia bisa bermain dan bekerja membantu bapaknya. Kemampuan menahan nafas di dalam air sudah diasah dari kecil. Bahkan sejak di kandungan, sama ibunya dia sudah diajak menikmati alam bawah laut. Namun sayang, kedua orang tuanya terbunuh oleh orang yang tak diketahui. Saat Sumbi berumur delapan tahun. Sejak itu Sumbi semakin keras hati dan mempelajari banyak hal untuk mempertahankan diri. Hingga dia bertemu dengan Karyo. Memberinya pekerjaan sebagai mata-mata.
Namun entah apa yang dia cari kali ini. Sendirian dan dengan kewaspadaan tingkat tinggi namun tetap lincah menuruni tebing. Menuju laut bebas tempat Setro dibuang. Oh, ternyata dia mengikuti sebuah tali yang panjang. Lihatlah dia mulai menarik tali itu. Tali jaring ikankah itu? Entahlah. Kita lihat saja apa yang muncul dari tali yang terpasang di laut lepas itu.
Tubuh malang Setro sudah mencapai pinggir, Sumbi dengan sigap melepas tali yang mengikat tubuhnya. Sumbi bersiap memberikan nafas bantuan, bibir mereka bertemu, ada kehangatan menjalar. Tiupan nafas sumbi kuat berhembus dirongga-rongga tubuh Setro. Dada Setro ditekannya kuat. Satu dua kali percobaan Setro masih diam tak bergeming. Setelah yang ke tiga baru nampak tersengal mulut dan hidung Setro mengeluarkan banyak air, terbatuk-batuk. Seulas senyam penuh harap menghias wajah segar dan muda Sumbi. Setro menatapnya bingung, tak tahu harus berucap apa?
Sumbi membimbing tubuh Setro menuju tempat rahasia yang hanya diketahui Sumbi. Tempat di mana Sumbi dan keluarganya sembunyi jika bapaknya sedang dalam bahaya. Maklum bapaknya Sumbi adalah seorang agen khusus dari kepolisian yang dikeluarkan atas perbuatan yang tak dilakukannya. Bapaknya dijebak oleh teman kerjanya sendiri. Sehingga di mana pun dia berada dia dan keluarga akan terus diburu oleh temannya yang sekarang menjabat petinggi alat negera itu. Jika bukan demi keamanan keluarga tak mungkin Bapaknya rela hidup susah di desa yang terpencil ini. Begitulah cerita Sumbi dalam perjalanannya menuju Gua Kadal, tempat Sumbi menyembunyikan Setro.
“Lalu, kenapa kamu menolongku?” pertanyaan Setro yang lama sudah ditahannya itu akhirnya terucap juga.
“Kamu mengingatkanku pada bapak, baik fisik dan sikapmu persis bapak,” ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca membendung air mata yang terpaksa mengingatkan kerinduannya pada kebersamaan keluarga dahulu. Saat mencari ikan dengan bapak, saat memasak dengan ibunya. Sebuah kenangan sederhana namun teramat bermakna baginya, kenangan dengan keluarga tercinta yang telah lebih dahulu meninggalkannya. Namun, sejatinya mereka tetap hidup di hati Sumbi. Anak semata wayang mereka.
“Maaf, aku sudah membuatmu sedih,” ucap Setro penuh sesal.
 “Makasih sudah menyelamatkanku,” lanjutnya.
Pandangan Setro terus menjalari mata Sumbi seakan hendak mencari tahu ada apa di dasar hatinya. Kata orang, mata adalah cermin hati. Adakah cinta di dasar hati Sumbi? Seperti yang sudah sekian lama Setro rasakan pada Sumbi namun tak dimilikinya keberanian untuk mengungkapkan itu karena Setro tahu Sumbi adalah pengikut setia Karyo yang tak selalu bersahabat tiap kali bertemu dengannya.
Sebenarnya getaran itu juga dirasakan Sumbi. Getaran yang aneh yang membuatnya nekat menyusun rencana tali pengikat tubuh Setro agar tak terseret ombak jauh. Juga pembungkus yang berlapis karpet empuk agar tubuh Setro tak terluka oleh benturan. 
“Aku harus segera ke markas, pasti aku sudah dicari,” dengan pipi memerah Sumbi buru-buru meninggalkan Setro karena terkaget waktu tangan Setro akan menyentuh tangannya. Tiba-tiba tubuhnya seperti terkena setrum listrik ribuan volt, padahal baru sedikit tersentuh kulit Sumbi oleh jari Setro yang tak pernah tersentuh lawan jenis selama ini. Dan Setro adalah orang pertama dan rasa itu sepertinya hanya untuk Setro.
Tinggalah Setro sendirian di Gua Kadal. Tempatnya sangat rahasia namun nampak rapi tersusun lengkap seperti rumah. Ada meja kursi dan dipan. Bahkan ada beberapa lukisan dan tempat penerang juga ada beberapa rongga sebagai fentilasi.
Gambar-gambar yang terpasang di dinding itu seakan bercerita dan penuh misteri. Sepertinya gambar itu ingin menunjukkan sebuah rahasia yang tersimpan di ruangan ini. Yang paling ujung adalah foto patung Pak Soeryo, bupati pertama kabupaten Ngawi yang terbunuh oleh PKI saat menghadiri pertemuan dengan Presiden Soekarno waktu itu.
Jika di monument Soeryo telunjuk itu tepat menunjukkan di mana PKI dengan keji mengakhiri hidupnya. Mungkinkah foto itu juga ingin menunjukkan sesuatu? Setro terus mencari tahu, apa yang berkecamuk di benaknya itu.
Ternyata foto itu menunjuk sebuah dinding yang bertuliskan ukiran yang hanya terlihat jika didekati.
“Cinta itu ada di hati namun terasa di seluruh kehidupan ini melalui sikap dari sang pemilik hati.” Begitulah bunyi tulisan itu.
“Maksudnya apa?” pikiran Setro menerawang tulisan di dekatnya itu jauh, seakan ingin menembus batas-batas imajinasi pengetahuan yang tersimpan dibenaknya. Otaknya melakukan proses sintesa membuka seluruh memori logikanya.
“Tulisan ini juga tak terlihat jika tak di dekati, seperti cinta yang masih ada dalam hati tak akan terasa jika belum diwujudkan dalam sikap dan perbuatan nyata yang menjadi cerminan cinta dari hati. Mungkinkah ini pintu gerbang untuk memasuki ruangan yang dimaksudkan tulisan ini? Tapi yang mana?” Setro terus mencoba mencari dan menekan huruf berukir itu satu persatu.
Ternyata, tepat di tengah tulisan itu ada sebuah lambang hati. Tak begitu terlihat karena warnanya sama, hanya terasa jika diraba. Ditekannya kuat-kuat. Dan tiba-tiba lantai yang dipijaknya terbuka tubuhnya jatuh dan meluncur cepat pada sebuah papan seperti di wahana bermain air yang ada di kolam renang.
Papan luncur itu ternyata menuju di sebuah ruangan yang memiliki design teknologi tinggi. Robot-robot nampak sibuk melakukan sesuatu. Robot itu sepertinya hidup dari tenaga surya karena nampak beberapa robot sedang mencharge kekuatanya di bawah ruangan kaca sehingga cahaya matahari bebas keluar masuk. Alfa adalah robot pemandu yang membimbing Setro mempelajari yang dia ingini, dia menjelaskan semua sisi ruangan itu, juga mengenalkan beberapa robot padanya serta fungsinya.
Alfa adalah Kapten robot ruangan ini. Setro belajar banyak hal, dari internet hingga makanik dan segala macam teknologi. Belajar beladiri dengan Robot Hayate yang terprogram seperti Ninja Jepang. Belajar militer dengan Robot Mac Gregor, yang terprogram dengan kepiawaian gabungan antara tentara Amerika dan Rusia. Belajar strategi dan intelligent dengan robot 007. Alfa juga mengajari ilmu pengetahuan juga beberapa trik sihir dari ilmu metafisik.
Biar begitu Setro masih sangat rajin menjalankan perintah agamanya sholat dan mengaji. Dan memerintahkan Alfa agar mengajak semua robot juga menjalankan sholat lima waktu. Dengan gerakan yang aneh karena bentuk robot-robot itu beraneka ragam. Hanya alfa yang bisa persis dan sempurna gerakan sholatnya karena memang design tubuhnya menyerupai manusia.
Dari data program, sejarah tempat ini dibuat oleh jendral Soedirman. Yang kemudian ditinggalkannya karena harus memimpin perang melawan penjajah denga strategi gerilya. Kemudian memerintahkan anak buahnya yang paling cerdas yaitu Nickky seorang pelajar dari Jerman, menjadi abdinya Pak Dirman. Dan terkhir ternyata tugas menjaga tempat ini diberikan pada Rayhan yaitu ayah Sumbi yang mengubah namanya menjadi Bejo agar tak diketahui penyamarannya.
Ruangan ini memiliki penjara di bawah laut. Setro bisa melihat dari monitor yang bisa digunakan untuk mengawasi setiap sudut ruangan sekitar. Juga ada ruangan bersantai, sepertinya sangat cocok untuk tamasya keluarga atau berbulan madu untuk pasangan baru. Tiba-tiba Setro seperti merindukan seseorang.
 “Sumbi,” nama itu begitu saja meluncur dari mulutnya. Sudah lebih dari tiga bulan dia berada diruangan ini bersama robot-robot dan belajar banyak hal baru yang tak pernah dia khayalakan itu membuatnya lupa. Dan sekarang mungkin sudah waktunya dia keluar mencari cinta sejatinya dan menagih hutang kehidupan dari orang-orang yang menjahatinya. Namun, tidak sepertinya dia mngurungkan niatnya untuk membalas dendam.
“Biarlah dibalas Yang Mahakuasa.” Ucapnya, tenang.
Dari layar monitor dia tahu jalan keluar, kemudian memerintahkan sesuatu pada Alfa. Mereka nampak berpelukan. Setro memilih gantole ninja untuk menemaninya keluar, lengkap dengan pakaian ninjanya. Dengan senjata rahasia yang berupa tali seperti senjatanya Bat Man si manusia kelelawar, Setro keluar dari ruang bawah tanah menuju atas tebing. Dari atas  tebing dia dengan sigap memasang gantole dan bersiap terbang melayang di udara.
 Sementara Alfa mengawasi semua gerakan Setro dari layar monitor. Chip pelacak itu ada di pakaian yang dikenakannya. Sehingga Alfa dengan mudah memantau semua yang dilakukan Setro di markas melalu layar monitor. Jika Setro dalam bahaya Alfa sudah menyiapkan beberapa robot untuk menyelamatkannya.
“Zaman benar-benar cepat berubah, dari angkasa luas aku bisa melihat asap mengepul begitu banyaknya, dari cerobong asap pabrik-pabrik dan asap kendaraan bermotor, semua itu benar-benar merusak kesegaran udara angkasa luas. Kota itu sesungguhnya pembunuh makhluk hidup dan perusak alam semesta yang nyata.” Angin laut berhembus kuat membuat gerakan gantole meluncur begitu cepat. Setro berusaha mengendalikan kecepatan, dia nampak menikmati terbang bebas dengan seragam ninjanya.
Akhirnya sampailah dia di desa tempat kekasihnya dilahirkan. Hanya tiga bulan saja, Pantai Baron dan bukitnya sudah dipenuhi lautan manusia. Rupanya daerahnya itu sekarang menjadi kawasan wisata yang sangat diminati. Dari situ manusia bisa belajar dari alam, sesuatu yang tak mungkin bisa menjadi mungkin yaitu penyatuan antara langit dan bumi. Lihatlah, hamparan laut yang luas tak berujung dan langit luas tak terhingga itu, yang akhirnya bertemu pada satu titik karena keterbatasan jarak pandang mata manusia sehingga mereka terlihat bertemu, melepas rindu dan bercinta dengan mesra.
Di atas bukit Baron di sebuah tempat rahasia yang hanya diketahui kelompok Tresno Sejati. Setro melihat seorang perempuan berdiri menatap deburan ombak lautan.
“Mungkinkah itu Sumbi?”
Dengan cepat dia meluncur turun, mencari semak-semak yang sepi direrimbunan tanaman liar. Dengan gesit dia melepas gantole dan pakaian ninjanya. Mengendap-endap mendekati tempat wanita itu berdiri. Setelah Setro yakin bahwa itu Sumbi. Baru dia mendekatinya perlahan.
“Sumbi…” dia menoleh dengan kaget antara percaya dan tak percaya karena sosok yang muncul dengan tiba-tiba dihadapnya itu, dia ragu apakah yang dilihatnya itu hantu apa manusia? kok bisa muncul tanpa dia dengar padahal dia memiliki kemempuan mendengar yang terasah dari kecil. Namun rasa rindu yang teramat sangat menepis semua rasa penasaran itu. Sumbi berlari menghampiri dan memeluknya.
Angin laut masih meneyelimuti dua insan yang sedang melepas rindu yang aneh. Sebuah hubungan yang tak jelas namun begitu dekat. Deburan ombak yang menggelegar menambah syahdu romantisme tanpa status itu. Hanya ada satu hal yang sama-sama diyakini, bahwa cinta itu ada. Perlahan Sumbi melepas pelukannya yang erat dan menghapus pipinya yang basah karena tak kuasa membendung air mata bahagia dan sekejap wajahnya diselimuti duka yang pekat.
“Kenapa kamu menghilang tanpa jejak dan tanpa pesan seperti itu? Aku kira,” suaranya tercekat, tak lagi mampu melanjutkan.
“Maafkan aku, aku terjebak dan terkurung dalam sebuah ruangan yang tak ku tahu. Beruntung aku masih bisa keluar dan menemukanmu. Aku selalu memikirkanmu,” wajah Setro kebas, suaranya ragu.
“Aku kira kamu sudah lupa padaku, atau malah kamu sudah tiada,” bibirnya kelu.
“Akhirnya aku menikah dengan Karyo dengan satu persyratan dia mau berubah menjadi orang baik dan tak lagi berbuat semena-mena.” Sumbi berjalan mendekati batas tebing di sisi barat bukit, selangkah saja dia bisa jatuh dan terjun bebas ke laut lepas.
“Untuk mengingatmu aku mengadakan upacara pemakaman laut di bukit ini. Semua warga berkumpul sebulan sekali mengumpulkan sesaji dan berdoa untuk arwah nenek moyang mereka dan keluarga yang lebih dahulu meninggal dunia. Ritual ini ternyata mampu menarik wisatawan baik domestik maupun manca Negara.” Tatapan Sumbi yang tajam menatap wajah Setro dan bertemu dalam satu titik mata yang saling berhadapan.
“Aku sangat minta maaf karena hilang begitu saja, dan aku sangat berterima kasih padamu tanpa bantuanmu aku tak mungkin selamat. Oya, selamat atas pernikahanmu. Berbahagialah.” Suara Setro bergetar mengucap kalimat terakhirnya, seakan kata-kata itu berarti perpisahan yang tak berujung.
Butiran hangat kembali membasahai wajah pias Sumbi. Hatinya kebas oleh kenyataan yang tak pernah dibayangkannya ini. Bagai langit dan bumi yang tak bisa bersatu. Meski mereka bertemu namun penyatuannya hanyalah fatamorgana seperti langit dan bumi yang selalu dipandanginya setiap sore itu.
“Sumbi, aku mohon diri dulu. Aku bahagia menemukanmu dalam keadaan baik-baik saja.”
“Iya, kamu juga jaga diri baik-baik. Sebaiknya kamu ganti nama agar tak ada lagi masalah yang menimpamu yang berkaitan dengan suamiku, karena aku tak tahu harus melakukan apa? Jika sampai hal itu terjadi.” Di balik ketegaran wanita selalu terselip kerapuhan di sisi-sisi terdalam hatinya. Namun, Sumbi dengan mudah bisa mengubah kelemahan itu menjadi kekuatan yang tertutup rapat. Luar biasa, cara wanita menyembunyikan rasa di dalam hatinya.
Dengan gesit Setro menghilang di rerimbunan tanaman liar. Sekejap saja pakaian ninja dan gantolenya sudah siap menjelajah angkasa raya. Sementara Sumbi masih terpaku menatap laut lepas. Dia berkeras tak menuruti bisik hatinya untuk memandang jejak kepergian kekasih hatinya, sekeras usahanya untuk melupakan cinta yang tak seharusnya ada itu, cinta yang seharusnya sepenuhnya dipersembahkan untuk Karyo, suaminya yang sah dan rela berubah demi dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Absen dl y,,

 
;