Karyaku


Glembuk Solo
            Keraguan itu semakin menjalar bahkan mencengkeram kuat, pilihan yang dihadapkan begitu sulit dan rumit, ke Jakarta ikut saudara bakal menjadi neraka untuk perasaanku karena ikut orang itu sungguh tidak enak, serba salah, dan makan hati meskipun itu saudara sendiri, begitulah setelah sekian lama berinteraksi, lebaran yang seharusnya indah berubah seperti pecan penyiksaan hatiku terkoyak karena diperlakukan berbeda hanya gara-gara aku anak yang terlahir dari sebuah keluarga miskin. Sedangkan yang lain begitu sukses, kerumah nenek tempat rutin ngumpul keluarga saat lebaran, salah siapa aku lahir dari rahim ibu yang miskin, ibu yang putus sekolah karena harus momong adik-adiknya yang sekarang menjadi sukses karena bisa mengenyam pendidikan yang tinggi. Sekarang mereka sukses, perlakuan berbedapun terjadi. Masih jelas waktu itu hari raya keluargaku yang jaraknya paling jauh harus naik bus oper dua kali dan jalan kaki dua kilometer untuk bisa sampai kerumah nenek, begitu sampai disana, saudaraku yang kaya diperlakukan seperti raja dan aku dan keluargaku tak lebih seperti pelayan. Sakit hati itu semakin dalam terhujam karena selalu terulang tiap hari raya, belum lagi tiap mereka main ke tempatku, huh, sibuknya keluargaku menyiapakan semua menyambutnya bak seorang raja dating, semua serba baru.
maklum orang tak punya dianggap cuma bisa merepotkan keluarga, tapi cita-cita untuk melanjutkan sekolah ke UI begitu membara, namun bapak memintaku untuk sekolah di Solo “Di sana ada sekolah Agama, itu akan jadi bekal hidup di dunia dan akheratmu Le! Pergaulan dan masyarakat Solo sangat ramah dan sangat memperhatikan norma khususnya unggah ungguh, itu yang akan merubah watak beringasmu Le” kata – kata itu begitu dalam dan menghujam dengan tatapan yang mengendalikan. “ngglembuki ngak ya Solo ni?” dengan nada was-was. “Buktikan saja” tantang bapak.
“Kalau nekat menuruti kareping ati, terlalu berisiko ku kira, karena bakal jadi runyam apalagi kalau sampai saudara tahu aku menolak keinginan bapak, sedangkan biaya hidup di Ibu Kota begitu tinggi. Kalau bapak  orangnya demokratis beliau menyerahkan ”
Ngopo e Le, jek bingung meh neng Solo po Jakarta, mending we dolan o sek nang Solo, nak cocok yo daftar o nak gak cocok yo bali o ngger!” begitu pesan bapak.
Aku lahir dan besar dalam keluarga miskin, meskipun sebenarnya gak miskin sekali sehingga aku bisa terus sekolah, itu karena bondo nekat bapak yang ingin anaknya maju. Karena beliau tahu Krisna anak yang pandai.
“Solo I’m coming” begitu teriak Krisna dalam hati, krisna harus berjalan 5 kilo meter dari rumahnya menuju ke kota tempat dia tinggal, sudah menjadi kebiasaanya berjalan lima kilo meter setiap hari setelah lulus SD karena sekolah SMP dan SMA berada nan jauh dari tempat tinggalnya. Panas, hujan, jembatan roboh, sehingga harus naik getek untuk menyeberang sungai merupakan sego jangan bagi Krisna, teman yang lain kebanyakan dari keluarga mampu ada yang bisa naik mobil, motor, dan sepeda, kadang ada yang berbaik hati menawarkan bocengan, jika pas lagi beruntung seperti itu Krisna tidak di hokum di Sekolah sama Pak Bambang guru bahasa daerah dan PMP yang terkenal galak dan disiplin, berdiri di depan kelas, di luar kelas, di halaman sekolah, tidak mebuat Krisna mengeluh pada nasibnya, semua dia jalani suka cita, “pasti ada hikmahnya, pendidkan di Indonesia memang bosok, benar kritik dari W.S rendra dalam puisinya sebatang lisong” begitu gumamnya dalam hati, Krisna anak yang kranjingan membaca, perpus dan mushola tempat yang paling sering menenagkan gemuruh di dadanya tiap kali melihat polah tingkah teman-temannya dan beberapa guru yang tidak pantas dilakukan dilingkungan pendidikan. Sekolah ini bagai penjara tiap kali lonceng berbunyi, robot dan boneka itu menjalani rutinitasnya dari tahun ke tahun sama kecuali kenakalan robot dan boneka itu makin hari makin meningkat, dari suka mencontek, merokok, tawuran, pacaran yang kebablasan, kekerasan guru secara fisik dan psikology, perpus yang minim pengembangan, penyalahgunaan wewenang, gila complex betul. Sebetulnya Krisna tidak selalu terlambat dia sudah menghitung perjalanan dari rumah ke sekolah memakan waktu satu setengah jam dengan jalan santai, dan dia selalu berangkat jam setengan enam dari rumah, namun karena sikap kritisnya nasib tidak memihaknya, selain dimusuhi banyak teman Krisna dimusuhi juga oleh beberapa Guru, mungkin itulah yang dilakukan setiap manusia yang gelap mata, kaca mata hitam yang secara otomatis terpakai tiap kali melihat orang yang pernah melakukan kesalahan, tanpa dicari tahu alasanaya kenapa namun human demi hukuman harus terus dijalani Krisna, keterlamabatan dia karena pada waktu itu jembatan roboh dan ini benar-benar diluar perkiraan perjalananya akan terhambat, perkelahian dengan bos geng di sekolahnya terjadi karena Krisna dikompas dimintai duit dan dia benar-benar gak punya duit, kalaupun punya Krisna tidak sudi menyerahkanya ke temanya yang merasa jadi raja itu, karena Krisna nggak mau uang pemberianya digunakan untum membeli minuman keras sebagaimana yang sering dia lihat di kantin luar sekolah tempat biasa anak-anak perokok nongkrong waktu itu krisna terbawa rasa ingin tahu dengan realita kehidupan teman-temanya, ternyata di warung itu menjual minuman keras dan di dalam ada sebuah ruangan untuk minum-minum dan beberapa anak putri juga ada di situ, ada yang baru keluar dari sebuah kamar dari ruangan itu dengan rambut acak-acakan, ah, lagi-lagi Krisna Cuma bisa panas di hati dan kepala, dadanya seakan mau meledak, setelah itu dia memeutuskan keperpus menulis sebuah tulisan kritik anonim sebagaimana yang sering dilakukanya, diceritanya kejadian yang baru dilihatnya itu dalam sebuah cerpen, tiap dia mau melakukan aksinya Krisna selalu minta izin sama pak slamet untuk menginap di masjid sekolah, dengan senang hati karena pak slamet Cuma tinggal di sekolah itu sendirian, pak slametlah yang tahu lahir batin siapa Krisna, tiap menginap pak slamet menjadi teman curhat Krisna tentantang kondisi sekolahnya yang makin kacau.
Usai salat subuh tulisan itu di temple di semua pintu ruangan, madding dan papan pengumuman, tulisanya mengalir renyah dan menghujam, tidak lupa bumbu humor yang mengkritik selalu diselipkanya dalam setiap tulisanya:
Tak terasa perjalanan menuju solo sudah sampai 4 km tinggal 1 kilo lagi
Bayangan tempelan kertas itu kembali menyerang, sampai suatu hari para guru dalam rapat komite dengan orang tua murit menanggapi berbagai tulisan anonym itu, sejak itulah jirih payah krisna terbayar dengan perubahan yang terjadi di warung itu sekarang sudah menjadi warung yang sehat dan bersih, guru dan murid juga banyak perubahan, namun juga awal dari segala kepedihan nasib buruk buat Krisna, isu cerpenis anonym itu semakin santer dibicarakan, dari sekian murid yang ada ternyata Cuma Krisna yang terdeteksi guru bahasa Indonesia yang mengetahui gaya tulisan dan tugas mengarang yang diberikan persis dengan berbagai tulisan ananim itu, dan bu Sri ternyata menyimpan tulisanya menumpuk hingga 25 lembar, kareana kekagumanya pada krisna, krisna mendapat tropi penghargaan dari Bu Sri yang di rancang khusus oleh beliau, Krisna masih belum mengerti, dia Cuma berpikir sebagai mana yang disampaikan bu sri karanganya sangat bagus karena memang ada tugas mengarang.
Sampai bu sri akhirnya menceritakan alasanya kepada rini murid yang sangat dekat dengan bu sri, berita dari mulut ke mulutpun menyebar bahwa krisna adalah cerpenis anonym itu. Sampai berita itu terdengar ke teilinga fathur bos geng sekolah, rencanapun disusun, sejak itu krisna jadi bidakan kompas geng mereka, jika tidak member pukulan demi pukulan dari geng itu satu persatu mebirukan muka, mengoyak perut, hingga dia jatuh tersungkur, bukan karena takut dia tidak membalas, Krisna pernah ikut bela diri pencak silat SH Terate, namun kali ini dia tidak mau membalas dengan tangannya sendiri pertimbangan sebagaimana yang terjadi dengan teman-temanya membalas malah jadi amblas dan tidak bisa melanjutkan sekolah karena terancam terus keamanannya.
Sakit sebentar ini paling mereka sudah puas pikirnya. Namun ternyata salah tiap hari dia diganggu, dimintai duit, sampai akhirnya habis sudah kesabaran Krisna, dengan jurus 17 yang dikombinasikan dengan tendangan dan pukulan yang mematikan, sejurus saja geng itu roboh pork poranda, nyalinya ciut, dan kabur berhamburan, sampai ada yang patah satu tangan dari gerombolan geng nakal itu, tp akal licik mereka menemukan ide bahwa adi anak yang tanganya patah tadi melapor ke BP Sekolah, dan ceritapun mulai dikarang, sampai akhirnya Krisna dipanggil di nasehati dan berakhir dengan skorsing selama 1 minggu dan harus membiayai pengobatan adi, karena penjelasan demi penjelasan tak dipercaya, sedangkan adi dengan karanganya didukung teman-temanya, Krisna hanya sendiri, akhirnya diterimalah persyaratan dari guru BP itu “asal aku bisa terus melanjutkan sekolah, aku terima” selama seminggu krisna mencari pasir dan batu, setiap sore dan malam batu yg berukuran sedang di pecah jadi pecahan-pecahan yang biasa disebut sprit untuk cor bangunan, kesawah, dan kerja apapun untuk biaya pengobatan Adi, bapak Krisna adalah seorang yang moderat, keluarganya penuh demokrasi, semua bebas menentukan pilihan hidup selama dimusyawarahkan dulu, dan cerita kejadian disekolah juga terbahas di meja makan malam dan hasilnya, “hadapi jalan hidpmu dengan tanggung jawab dipundakmu. Kalahkan takdir dengan kepalan tangan Le!” begitu keputusan bapak.
Uang terkumpul, ternyata masih bersisa banyak setelah membayar biaya pengobatan, kemudian dia pergi ke took sepada dan membeli sepeda ukuran tanggung karena itu yang terjangkau uang yang dibawanya. Sepeda itu diberi nama Frankie yang berarti terus terang, sejak itu kemanapun Krisna pergi Frankie setia menemani.
Sampai suatu hari, itulah saat penguman kelulusan SMP yang ditunggu-tunggu, seperti biasa Frankie bersama sepeda yang lain terpakir di parkiran, namun setelah melihat hasil pengumuman yang ternyata membuat Krisan tersnyum dan buru-buru mau diceritakan ke Frankie namun dicari-cari, ditanyakan, ditunggu, hingga sore tak Nampak kembali si Frankie, hilang dicuri orang, gak tahu siapa. Akhirnya Krisna pulang dengan langkah gontai, dia bingung harus senang atau sedih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Absen dl y,,

 
;